Total Tayangan Halaman

Kamis, 09 Oktober 2014

Cerpen Si Mbah


Santri Kampus
(Oleh : Mohammad Badruz Zaman)

Aku mengendarai motor keluar parkiran melewati jalanan kampus. Suara motor tuaku yang melaju diatas paving semakin menambah keramaian. Semilir angin mengurangi gerah akibat panasnya musim kemarau dan jam menunjukkan waktu dzuhur segera tiba. Laju motor kupercepat sedikit agar segera sampai di kos yang hanya berjarak 10 menit dari kampus yang sebenarnya tidak terlalu jauh. Kutikungkan motor masuk ke jalan Gerbang Lor yang cukup ramai dengan segala kegiatan warga dan aktivitas mahasiswa yang lain. Oh, iya perkenalkan namaku Zainuman. Panggil saja Zen. Teman-temanku memanggilku “Zet”. Bukan apa-apa. Hanya karena nama akun media sosial Facebook. Kuberi nama akunku Z-Man. Hah, tidak masalah bagiku daripada dijuluki dengan nama aneh-aneh yang lain. Aku mahasiswa angkatan tua di sebuah Institut di Surabaya. Hari ini aku baru saja menghadiri rapat kegiatan sosial yang akan diadakan akhir pekan ini. Laju motor kuperlambat karena kendaraan yang melintas cukup padat. Tak berapa lama terdengar suara adzan dari masjid disebelah kanan jalan yaitu Masjid Besar Al-Ibrahim. Diatas motor mulutku komat kamit menjawab setiap bait indah kumandang adzan. Walaupun suara pelantunnya tidak seindah rekaman adzan di televisi maupun radio. Aku sedikit tertawa. Bukan menertawakan sang muadzin. Bukan, tetapi menertawakan diriku sendiri. Apakah aku merasa suara adzanku indah? Jawaban tidak adalah hal yang timbul dalam hati dan pikiranku. Sombong sekali aku jika merasa sebaliknya.
Akhirnya sampai juga di kos. Ada parkiran motor bagi kami yang membawa kendaraan roda dua. Kuparkir motor jauh dari gerbang. Kumandang adzan telah selesai. Setelah selesai membaca doa aku bergegas naik ke lantai atas. Memang kamarku ada di lantai atas tepatnya lantai dua. Kulepas sepatu dan kubuka pintu kamarku. Kuucapkan salam  dan basmalah sebelum masuk kamar. Hal ini merupakan aturan yang kubuat sendiri setelah mendapatkan wejangan dari seorang Kyai kharismatik asal Lamongan. Hingga menjadi kebiasaanku tiap masuk kamar. “Alhamdulillah, huh…panas sekali.” Aku menghela nafas sambil meraih tombol kipas angin. Kutekan tombol nomor 2. Terdengar lantunan puji-pujian tanda sholat jamaah belum dimulai. Kusambar peci coklat diatas meja dan bergegas pergi memenuhi panggilan shalat dhuhur. Lima puluh meter untuk sampai masjid dengan langkah yang kupercepat karena masih berhadats. Bismillah, Kubasuh tangan dan kaki yang menjadi salah satu sunnah sebelum berwudhu. Lalu aku mulai berwudhu…

Iqamah dikumandangkan tanda shalat jamaah akan dimulai. Aku mengambil shaf paling depan agak sebelah kanan dibelakang Imam. “Lurus dan rapikan shaf kalian karena hal itu merupakan bagian dari kesempurnaan shalat.” Imam menyuruh kami untuk merapikan shaf sebelum shalat dimulai. Kami segera merapikan shaf dan imam bersiap. Allaahu akbar…

Assalaamu’alaikum warahmatullah… Alhamdulillah, shalat dhuhur berjamaah telah kami tunaikan. Selesainya lantunan dzikir-dzikir dan doa yang dipimpin oleh Imam menandai bubarnya jamaah. Lain halnya denganku yang masih duduk bersila sambil memejamkan mata. Inilah ritual kebiasaan yang kulakukan setelah berdoa. Mulutku melantunkan shalawat kepada junjungan kami kaum Muslimin Nabiyullah Muhammad Rasulullah SAW. Beliau bersabda :”Siapa yang membaca shalawat kepadaku, Allah akan membalasnya dengan 10 kebaikan, menghapus 10 dosanya dan derajatnya ditambah 10 kali.” Itulah salah satu khasiat membaca shalawat. Akan tetapi seperti yang diajarkan oleh guruku semua kulakukan hanya karena Allah Subhanahu Wata’ala.

Setelah melakukan ritualku aku bergegas pulang. Perutku dari tadi sudah berisik minta dimanjakan. Kutarik dua uang lima ribuan dari dalam dompet dan segera meluncur ke warung yang ada persis di depan kosku. Aku membeli nasi ditambah es teh untuk melepas dahaga dengan total enam ribu lima ratus. Aku meminta untuk dibungkus saja karena teringat dhawuh guru untuk menghindari makan di warung. Karena kalau dipikir memang benar himbauan guruku tersebut. Kesucian dan kehigienisan piring dan gelas kurang terjaga karena air yang digunakan untuk mencuci digunakan berulang kali tanpa diganti sebelum benar-benar keruh. Hiiiyyy…
Aku cuci tangan sebelum masuk kamar dan segera kusantap makanan yang telah sedari tadi ditunggu si perut keceng. Ditengah makan aku ingat kalau tadi belum berdoa. Akhirnya kuhentikan makanku dan segera kubaca “Bismillaahi awwaaluhu wa aakhiruhu”. Hal ini juga yang telah diajarkan guru kepadaku. Kulanjutkan makanku sampai habis tak bersisa. Tak lupa kuminum es teh. Kugigit pojokan plastik lalu kukecup dan kuhisap. Srupuuut… Alhamdulillah… Awak waras…
Aku memejamkan mata dan merebahkan tubuhku ke tembok. Menikmati sisa-sisa rasa makanan yang tertinggal dimulutku. Tiba-tiba ada yang memanggilku.

“Zen… Zen…!!! Bangunkan temanmu itu!!!” Kata Pak Guru menyuruh Joko yang ada didepan beliau.
“Zet… Zet… Bangun woiii…!!! Waduh ngiler lagi. Bangun Zet !!!” Sikut Joko yang ada disamping kiriku.

Aku tersentak kaget ketika membuka mata kulihat Pak Guru melotot kepadaku. Aku teringat bahwa pagi ini aku sedang ngaji di rumah Pak Guru. Pengajian yang dimulai tiap ba’da shubuh. Kuusap mata dan mulutku yang belepotan. Pak Guru hanya tertawa dan melanjutkan penjelasannya. Pelajaran hari ini adalah Fiqih dan menjelaskan tentang hal yang membatalkan wudhu.

“Sampai mana?” Bisikku pada Udin yang ada disebelah kananku.
“Ckckckck… Halaman baliknya Zet. Sudah sampai pasal tentang hal-hal yang membatalkan wudhu dan sekarang poin yang kedua.” Bisik Udin sambil tersenyum ngece.
“Waduh… benar-benar pulas tidurku Din. Sampai ketinggalan banyak ini.” Kataku monyong.
“Sudah jangan bicara. Simak tuh…!!!” Udin jengkel.
“Maaf, maaf, saya khilaf.”

            Pak Guru menjelaskan bahwa yang membatalkan wudhu ada enam. Dan sekarang sudah sampai pada poin kedua yaitu posisi tidur yang tidak menetapkan pantat pada bumi atau tidak dalam posisi duduk.

“Jadi kalau orang yang tidur dalam posisi duduk, bokongnya menempel kuat ke bumi maka wudhunya tidak batal. Mengerti semua?”
“Mengerti Pak!!!" Jawab semuanya serentak.
“Mengerti Le?” Tanya beliau kepadaku.
Injeh, mengerti Pak.” Jawabku sambil menunduk.
“Tapi kalau ngiler bagaimana hayooo?”

Semuanya celingukan memandang satu sama lain kecuali aku. Karena merasa tersindir aku semakin menenggelamkan kepalaku, malu. Pak Guru senyum membiarkan para muridnya memendam pertanyaan besar. Tidak lama kemudian beliau dhawuh :

Mboten batal. Tidak membatalkan wudhu.”Tegas beliau.
“Kecuali…” Beliau meneruskan penjelasannya.”Kalau posisi tidurnya tidak memakai bantal.”
“O...” Semuanya hampir serentak.
“Alasannya kenapa Pak?” Tanya Jarwo.
“Hayo, kenapa?”
“Karena air liur orang tidur tanpa bantal lebih bau Pak.” Sahut Mamat.
“Benar tapi kurang pas.”
“…….” Semuanya diam.
“Karena air liur yang keluar berasal dari lambung. Posisi lambung lebih tinggi daripada mulut sehingga air liur dari lambung keluar. Sehingga air liurnya najis. Sedangkan bila menggunakan bantal maka air liur yang keluar berasal dari mulut dan tidak najis.” Jawab Pak Guru.
“O…” Semuanya kembali serentak.
“A… O… A… O…” Sahut Pak Guru.
“Mungkin itu saja yang bisa saya sampaikan. Mari kita berdoa agar apa yang kita pelajari ini mendapatkan barakah, manfaat dan ridha Allah SWT. Al-Faatihah…”

            Setelah selesai berdoa kami pamit menyalami Pak Guru satu persatu. Aku terakhir yang menyalami Pak Guru. Tiba-tiba beliau menjewer telingaku.

“Aduh, aduh, ampun Pak. Saya tidak akan mengulangi lagi Pak. Saya tidak akan ngiler lagi Pak.” Sambil memejamkan mata aku minta ampun.
“Cuci sajadah ini dan besok bawa kemari !!!” Perintah Pak Guru.
“Iya Pak. Maafkan saya Pak.” Aku memohon ampun.
Le, bangun Le.” Beliau menyuruhku bangun.
“Ampun Pak. Maaf.” Aku berteriak kecil.
“Heh, bangun, bangun Le.” Suaranya seperti bukan Pak Guru.

Aku membuka mata dan ternyata aku masih duduk bersila didalam Masjid. Bapak ta’mirlah yang membangunkanku. Aku segera mengusap mata dan mulutku yang belepotan. Dan dengan sempoyongan bergegas mencuci muka berharap bukan mimpi lagi.
           
            Setelah benar-benar sadar aku merenung. Menghayati apa artinya mimpi yang terlihat nyata dan terasa sekali bagiku. Sambil berjalan pulang kupikirkan terus hal itu. Kuletakkan tangan ke dadaku dan kurasakan jantungku berdebar hebat. Ada apa dengan mimpi tadi dan ada apa denganku. Ada sesuatu yang ganjil. Haruskah aku menemui beliau sedangkan sudah hampir dua minggu aku tidak ngaji karena lebih mementingkan kegiatan kampus. Apakah karena hal ini aku bermimpi seperti itu. Ah, mungkin saja karena itu. Iya, pasti karena itu.

            Aku tidak langsung pulang ke kos. Kulangkahkan kakiku ke warung depan kos karena memang perutku mulai terasa lapar.

“Tolong bungkus nasi campurnya satu ya Buk!” Pintaku sambil tersenyum.
“Pakai telur dadar saja, hehe…” Pintaku lagi.

Memang telur dadar adalah kesukaanku. Aku mulai berpikir kalau tidak ngaji aku hanya berstatus mahasiswa sedangkan jika aku ngaji maka statusku bukan hanya mahasiswa tetapi juga seorang santri. Karena itu aku  bertekad untuk berusaha tidak meninggalkan ngaji hanya karena skripsi, ngelab dan kegiatan lain.

“Ini Nak nasinya. Minumnya sekalian?” Bu Faijah membuyarkan pikiranku.
“Lain kali saja Buk. Masih ada air galon di kamar. Ini Berapa?”
“Lima ribu saja.” Kata beliau tersenyum sambil mengedipkan mata.
“I, iya sebentar.”

Aku menggeledah kantongku dan ternyata kosong semua.

“Maaf Bu uang saya ketinggalan. Saya belum membawa uang.”
“iya tidak apa, nanti bisa kesini lagi. Bawa saja dulu.”
“Mohon maaf Bu, saya bawa dulu ya?”
“Iya Nak.” Jawab beliau sambil tersenyum.

Aku segera keluar dari warung. Kulangkahkan kaki memasuki gerbang rumah Ibu Kos. Sambil melangkah aku berpikir bahwa bahasa Santri mungkin tidak sekeren bahasa mahasiswa.  Bagi mahasiswa mungkin ini “mimpi” tapi menurut bahasaku ini merupakan “petunjuk” akan kuatnya ikatan batin antara murid dengan guru ruhani.

“Maafkan saya guru. Maafkan saya. Maaf.” Gumamku dalam hati.

(Cerpen pertama saya yang saya ikutkan lomba...semoga menjadi inspirasi, membuka hati  berhasil menjadi juara... Allaahumma aamiiin...

Senin, 25 Agustus 2014

BAYI TUA : Sudah Disapih Masih Saja "Menyusu"...


Pada saat saya menghadiri pertemuan wali mahasiswa Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) kemarin (24/08) ada satu "guyonan" dari pembicara yang cukup menarik...

"...Perbedaan bayi Laki2 dan bayi perempuan adalah pada saat disapih...
Bayi laki2 pada suatu saat akan menyusu lagi walaupun sudah disapih..."

(para hadirin yang tidak mengantuk terkekeh-kekeh... Hehehehehe...)

= = = = = = = = = = = = = = =
= = = = = = = = = = = = = = =
= = = = = = = = = = = = = = =

Dari sini timbul pertanyaan : Apakah bayi laki2 yang menyusu lagi setelah bertahun-tahun disapih [baca : suami] yang menyusu kepada istri akan menyebabkan hubungan persusuan?

Para ulama sepakat bahwa tidak akan menyebabkan hubungan radha' (saudara sepersusuan) / mahram karena tidak memenuhi syarat...
Adapun syarat terjadinya hubungan radha' ada 5 yaitu :
a. Usia anak yang menyusu tidak lebih dari 2 tahun Hijriyah. 

Hal ini didasarkan pada pendapat para ahli fiqh:

فَإِنَّ مِنْ شَرْطِ تَحْرِيمِ الرَّضَاعِ أَنْ يَكُونَ فِي الْحَوْلَيْنِ وَهَذَا قَوْلُ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ

“Diantara syarat pengharaman persusuan adalah di masa dua tahun. Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu (Al- Mughni, vol 18, hlm 82)

b. Air susu berasal dari perempuan yang sudah berumur 9 tahun Hijriyah.
c. Keluarnya susu pada waktu masih hidup.
d. Susu yang diminum sampai ke perut besar atau otak si anak.
e. Masuknya air susu di waktu si anak dalam keadaan hidup dan tidak kurang dari lima kali susuan.

Sedangkan mengenai hubungan persusuan (rodho') suami tersebut, meskipun penyusuannya sudah menetapi syarat, namun ada satu syarat yang tidak dipenuhi untuk dapat menyebabkan terjadinya hubungan rodho' yaitu masa penyusuan. Masa penyusuan yang dapat menyebabkan hubungan rodho' adalah dua tahun, jadi jika yang disusui sudah lebih dari dua tahun maka tak bisa timbul hubungan mahrom karena penyusuan.
Dalilnya adalah firman Alloh dalam surat Al Baqoroh, Ayat 233 :

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَة َ

“ Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan “. (Q.S. Al Baqoroh : 233).

Alloh menjadikan batasan waktu dua tahun penuh sebagai kesempurnaan penyusuan,jadi jika sudah melampaui dua tahun penyusuan tersebut tak kan berpengaruh lagi.
Dalam satu riwayat dari Imam Daruquthni dijelaskan, Ibnu Abbas rodhiyallohu 'anhu mengatakan Rasulullah Bersabda ;

لاَ رَضَاعَ إِلاَّ مَا كَانَ فِي الْحَوْلَيْنِ

“ Tidak ada ( hubungan ) penyusuan kecuali dalam waktu dua tahun “. (Sunan Al-Kubro, no.15668)
Wallaahu A'lam...

Jumat, 22 Agustus 2014

NABI SIS [manusia yang lahir tanpa ibu] & SANG HYANG SIS [manusia bernasab iblis]

[...Barakallaahu lii walakum... Allaahumma Aamiiin...]

 Perdebatan Nabi Adam dan Ibu Hawa yang berujung "terciptanya" Nabi Sis dan Sang Hyang Sis...

Intinya : Allah Ta'ala menunjukkan kepada manusia bahwa ternyata Iblis dkk dapat "membantu ngrusuhi" dalam hal pencarian harta dan "pembuatan" anak...seperti dalam firmanNya :
...Wasyaarikhum fil amwaali wal aulaad...
 1. Latar Belakang Perdebatan 

Pada saat melahirkan anak,,, Nabi Adam dan Ibu Hawa selalu dikaruniai anak kembar sampai beberapa kali...

Qabil dan Iklima (berwajah tampan dan cantik, berkulit putih)...
Habil dan labuda (negro, berkulit hitam)...

Pada saat itu Syari'at yang berlaku pada zaman Nabi Adam bahwasanya saudara kandung adalah saudara yang lahir dalam satu kali kandungan... Allah Ta'ala memerintahkan Nabi Adam untuk menikahkan Qabil dengan Labuda dan Habil dengan Iklima...

Mengetahui hal itu maka Ibu Hawa tidak setuju alias "ngeyel" [maka dari itu jangan heran kalau wanita memang mempunyai kelebihan sifat "ngeyelan"... hehe ^_^ ]...
Ibu Hawa merasa bahwa anak yang lahir dari kandungannya adalah hasil dari maninya [ sambil bergumam : 9 bulan saya yang mengandung, merasakan sakit saat melahirkan, menyusui siang malam... laki2 cuma "methingkring" saja (kurang lebih seperti itu gumamnya) ]...

Nabi Adam pun akhirnya mengadakan pembuktian apakah yang menjadi anak itu dari mani laki2 atau mani perempuan... Nabi Adam dan Ibu Hawa mengambil mani mereka dan masing2 memasukkannya kedalam kendi... Setelah berdo'a selama kurang lebih 21 hari maka dibukalah kendi... Dengan izin Allah Ta'ala Mani Nabi adam berubah menjadi seorang anak dan mani Ibu Hawa berbau busuk...
Akhirnya Nabi Adam menang dan Menikahkan anak mereka sesuai perintah Allah Ta'ala... Nabi Adam menamakan bayi itu dengan nama Sis...
[Nabi Adam lahir tanpa ayah dan ibu...Nabi Sis lahir tanpa ibu (tercipta dari mani Nabi Adam)... Sedangkan Nabi Isa lahir tanpa ayah...]
 2. Anak Iblis

Ketika Ibu Hawa kalah maka Nabi Adam menyuruh untuk membuang maninya yang berbau busuk...
Sambil menangis Ibu Hawa berangkat untuk membuangnya.
Di tengah jalan Ibu Hawa ditemui Iblis.
Iblis : kenapa anda menangis?
Ibu Hawa : Saya kalah dari Nabi Adam...
Iblis : Ya sudah berikan kendi berisi manimu itu padaku...
Akhirnya Iblis menambahkan maninya dan menyihirnya menjadi seorang bayi laki2...
Bayi inilah yang akan menjadi Sang Hyang Sis...
 Setelah iblis menambahkan mani kedalam kendi Ibu Hawa dan menyihirnya menjadi seorang bayi laki2 maka Ibu Hawa tidak tega membuangnya... Bayi tersebut dibawa kerumah. Melihat hal itu Nabi Adam terkejut.
Ibu Hawa menjelaskan kalau anak yang dibawanya itu adalah hasil sihiran Iblis dan karena tidak tega maka Ibu Hawa membawanya pulang.

Bayi Nabi Adam dan Bayi hasil sihiran iblis keduanya diberi nama Sis.

Waktu berlalu...
Kedua bayi tumbuh menjadi seorang remaja.
Semula wajah mereka dapat dibedakan akan tetapi menginjak usia ini tidak ada yang bisa dibedakan baik wajah, rambut dll... Nabi Adam bingung. Mana anak kandungnya dan mana yang merupakan anak iblis.

Akhirnya Nabi Adam "curhat" kepada Malaikat Jibril untuk memecahkan masalah ini.

3. Cara membedakan keduanya

Ketika Nabi Adam bingung dengan hal itu maka beliau 'curhat' kepada malaikat Jibril...
"Jibril, apakah engkau tahu mana diantara mereka yang merupakan anakku dan mana yang merupakan anak dari iblis?"
"Saya tahu Wahai Nabi Adam...akan tetapi saya tidak boleh menunjuknya secara langsung karena jika saya menunjukkannya langsung maka saya termasuk su'udzan.
"Lalu bagaimana ini?
"Begini saja..."
Malaikat Jibril menjelaskan rencananya untuk menunjukkan mana yang merupakan anak kandung Nabi Adam dan mana yang merupakan anak Iblis. Nabi Adam memanggil anaknya dan memerintahkan anaknya seperti yang dikatakan Malaikat Jibril.
"Sis...salah satu dari kalian adalah anak kandungku...saya tidak mau su'udzan untuk langsung menunjuk salah satu...jika kalian bisa menggambarkan tentang Surga maka itulah anakku dan jika tidak sanggup maka jangan pulang ke rumah..."
Berpencarlah keduanya untuk mencari jawaban...

Di tengah hutan Anak Nabi Adam yang sedang menangis ditemui oleh Malaikat Jibril yang menjelma sebagai orang yang sudah tua...
Kemudian Malaikat Jibril memberitahu kepadanya gambaran tentang Surga...
Akan tetapi di satu sisi Anak Iblis yang sedang menangis ditemui oleh Iblis yang menjelma sebagai orang yang sudah tua dan mengajarinya tentang gambaran Surga...
Lalu pulanglah keduanya dan menceritakan gambaran tentang Surga kepada Nabi Adam...
"...Loh...ternyata kalian berdua bisa menjawabnya... Ya sudah, kalian memang anakku..."
Karena masih bingung dan penasaran maka Nabi Adam 'curhat' lagi kepada Malaikat Jibril...
"Wahai Jibril... rencanamu telah gagal..."
Malaikat Jibril kaget mendengar ucapan Nabi Adam tersebut.
"Wah...pasti Iblis telah membantunya... Kalau begitu begini saja Nabi Adam..."
Malaikat Jibril mengusulkan untuk memberi tugas Anak Nabi Adam untuk menggambarkan Neraka dengan asumsi bahwa Iblis tak akan menceritakan kepada anaknya tentang kepedihan Neraka [Na'udzubillaah]...sedangkan malaikat Jibril akan mengajari anak Nabi Adam tentang gambaran Neraka...
 Kemudian Nabi Adam kembali memanggil anaknya dan menugaskan kepada keduanya untuk mencari jawabannya... Keduanya lalu berpencar untuk mencari jawabannya... Dengan wujud orang tua, Malaikat Jibril menemui Anak Nabi Adam (yang sedang menangis) dan mengajarinya gambaran tentang neraka.
Di lain sisi ternyata Iblis menemui anaknya (yang sedang menangis) dengan wujud orang tua dan dengan bangganya Iblis menceritakan tentang Neraka karena Neraka adalah tempatnya...
Lalu keduanya pulang dan memberikan jawabannya masing-masing...
Nabi Adam terkejut dan kembali lagi harus mengakui keduanya. Lalu beliau 'curhat' lagi kepada Malaikat Jibril...
"Rencanamu gagal lagi wahai Jibril..."
"Sebentar Nabi Adam, saya mau 'sowan' kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk mencari solusi permasalahan ini..."
Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyuruh Malaikat Jibril untuk memberi tahu Nabi Adam...
"Jibril...!!! Beri tahu kepada Adam bahwa ada yang Iblis tidak berani berkata..."
"Apakah itu Yaa Allah?"... 
"Katakan kepadanya bahwa diatas pintu surga ada tulisan apa..."
Kemudian malaikat Jibril menyampaikan apa yang telah diperintahkan Allah SWT...
Dipanggillah kedua anak tersebut.
"Sis...ini semester ketiga...semester terakhir... Diatas pintu surga itu ada tulisan, tugas kalian adalah mencari apa tulisan yang tertulis disitu. Jika bisa mendapatkan jawabannya maka itulah yang akan menjadi anakku..."
Berpencarlah keduanya...
Dengan cara yang sama malaikat Jibril mengajari anak Nabi Adam sehingga ia pulang dengan mendapatkan jawaban.
"Ayah, diatas pintu surga ada tulisan LAA ILAAHA ILLALLAH MUHAMMAD RASUULULLAH".
"Iya Nak, benar jawabanmu karena disitulah dulu ayahmu ini tinggal dan akan kembali lagi kesana."
Di tempat yang lain dengan cara yang sama iblis menemui anaknya yang sedang menangis.
"Kenapa kamu menangis?"
"Saya disuruh ayah untuk mencari apa tulisan yang ada diatas pintu surga."
"Waduh, saya tidak berani mengucapkan itu. Saya sudah bersumpah untuk mengingkarinya."
Ternyata iblis tidak berani mengucapkan syahadatain karena jika mengucapkannya maka ia akan masuk Islam sedangkan ia sudah terlaknat dan tidak akan mengingkari sumpahnya.
"Ya sudah jangan khawatir. Kalau memang kamu tidak dianggap anak ikutlah denganku. Saya buatkan kerajaan untukmu di puncak gunung Himalaya. [Nabi Adam hidup di lereng gunung Himalaya, di daerah Utarkaz] Akan aku ajarkan kepadamu ilmu sihir, tenung, santet dan ilmu lainnya. Dan mulai sekarang namamu adalah Sang Hyang Sis." 
 Demikianlah Sang Hyang Sis adalah manusia yang bernasab Iblis. Ia memiliki keturunan yaitu Sang Hyang Nur Cahyo, mempunyai keturunan lagi Sang Hyang Nur Rasa lalu mempunyai keturunan Sang Hyang Witri lalu mempunyai keturunan Sang Hyang Wenang lalu mempunyai keturunan Sang Hyang Tunggal lalu mempunyai keturunan Bethara Guru, Semar, Togok dll
Wallaahu A'lam bishshawab...

JADI SANG HYANG SIS ADALAH ANAK IBLIS YANG SUDAH MENJELMA MENJADI MANUSIA. Sehingga manusia sekarang sudah kecampuran "darah" iblis ataupun syetan.


AGAR TERHINDAR DARI GANGGUAN IBLIS dan SYETAN MAKA BACALAH BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM SEBELUM JIMA' dengan istri sendiri... [Jangan asal tancap gas wae...hehehe]...

Atau dengan  DO’A SEBELUM MELAKUKAN SENGGAMA (JIMA') :
“BISMILLAHI ALLOHUMMA JANNIBNASY SYAITHONA WAJANNIBISYAITHONA MAA ROZAQTANA“ 
Artinya : “ dengan menyebut asma alloh , jauhkanlah diri kami dari setan, dan jauhkan setan dari sesuatu yg telah engkau rizqikan kepada kami. "
 Baca kaifiyyah jima' disini : http://kiss-donk.blogspot.com/2013/09/0046-qurratul-uyun-kaifiyyatul-jima.html

Dikutip dari : Pengajian "Khasiat Bismillah" oleh KH. Abdul Ghafur Pengasuh Pon. Pes Sunan Drajat Lamongan.

 

Baca juga keterangan lainnya disini :

1. http://albanjari-aljadid.blogspot.com/2011/12/tradisi-islam-jawa.html
(dalam Babad Tanah Jawi)
"...
Sis berputrakan Nur-cahyo, nur-cahyo berputrakan nur-rasa, nur-rasa berputrakan sang hyang tunggal…. Istana batara guru di sebut Sura laya (nama taman firdaus Hindu)..."

Nabi Sis 
Anwar atanapi Sanghiang Nur Cahya
Sanghiang Nur Rasa 
Sanghiang Wenang
Sanghiang Tunggal 
Sanghiang Batara Guru
Sanghiang Batara Wisnu 
Bagawan Sakri
Bagawan Palasara
Bagawan Abiyasa 
Prabu Pandudewanata
Arjuna 
Abimanyu
Parikesit 
Udrayana
Gandra yana
Pancadrya 
Paryamon
Suma wicitra 
Prabu Sang Jaya Miruda
Prabu Sang Jaya Mijaya 
Prabu Sang Patra Wijaya
Prabu Sri maha Punggung
Prabu Kandi Yawan 
Prabu Kuripan
Maharaja Dewa Kusumah 
Prabu panji mara bangun
prabu Panji Kuda Lalean 
Prabu Munding Sari
Prabu Munding Wangi 
Prabu Ciung Wanara
Guru Minda 
Prabu Lingga Hiang
Prabu Lingga Wastu 
prabu Lingga Wesi
prabu Cakra Wati 
Prabu Angga larang
Prabu Siliwangi 
Prabu Munding Sari Ageung
Prabu Munding Sari Leutik 
Prabu Pucuk Umun
Sunan Parung Gangsa,Dipati Wanaperih,Sunan Ciburang  
Dalem Aria Wangsa Goparana..."